SISTEMATIKA SERANGGA: FILOGENI DAN EVOLUSI
1. Fiologenetik
Filogenetik adalah ilmu yang menjelaskan
tentang sejarah evolusi yang merupakan bagian biologi yang sering
diperdebatkan, di bidang entomologi maupun bidang biologi. Meskipun berbagai
kelompok taksa, khususnya ordo dapat dijelaskan secara mendetail tetapi hubungan
filogenetik diantara taksa serangga masih merupakan sesuatu yang banyak
bersifat rekaan., bahkan juga pada tingkat ordo sekalipun. Sebagai contoh,
kumbang coleoptera membentuk kelompok dengan ciri-ciri tertentu, secara mudah
dapat dikenali melalui sayap depannya yang berubah bentuk menjadi elitra,
tetapi kumbang memiliki hubungan kekerabatan yang belum dijelaskan secara baik.
Plecoptera dan ephemeroptera memliki beberapa
kesamaan, namun kesamaan tersebut hanya berupa dugaan yang jika digunakan untuk
menjelaskan hubungan kekerabatannya. Berdasarkan hasil kajian menjelaskan bahwa
plecoptera lebih cenderung memiliki kemiripan dengan kecoak, rayap, mantis,
cecopet, belalang, jangkrik dan kerabatnya dibandingkan dengan ephemeroptera.
Kemiripan tidak selalu menunjukkan adanya hubungan evolusi, meskipun kemiripan
tersebut dapat saja berasal dari pertalian hubungan. Kemiripan mungkin timbul
melalui homoplasi, yaitu terjadi secara konvergen (bertemu) atau melalui
evolusi paralel dari struktur tertentu baik akibat kesempatan atau akibat
seleksi untuk melakukan fungsi yang sama. Hanya kemiripan dari kesamaan latar
belakang (homologi) yang dapat memberikan informasi tentang filogeni.
Morfologi menjadi penyumbang data terbesar
dalam filogeni serangga. Tetapi berbagai kebimbangan dan penjelasan yang kurang
lengkap tentang kekerabatan serangga akan dilimpahkan kepada keterbatasan
informasi filogenetik sifat-sifat tersebut. Ketidakpuasan terhadap data
morfologi tersebut mendorong meningkatnya penggunaan data molekuler untuk
memecahkan beberapa pertanyaan yang belum terjawab, khususnya yang berkaitan
dengan kekerabatan yang lebih tinggi diantara serangga.
Pendekatan yang mungkin dapat dilakukan
adalah secara holistik (menyeluruh), dengan menggunakan data dari berbagai sumber
dan meningkatkan kearifan bahwa semua kesamaan tersebut tidak dapat menjadi
informasi yang seimbang dalam menjelaskan pola filogenetik.
-
Metode
filogenetik
Ada tiga
metode yang dapat digunakan, yaitu metode fenetik, kladistik dan sistematika
evolusioner.
a.
Metode
fenetik
Metode ini
berdasarkan pada dugaan dari semua kesamaan yang ada, biasanya menggunakan
tingkah laku dan sifat-sifat lainnya, serta dapat juga ditingkatkan melalui
bukti-bukti molekuler. Pola fenetik dapat pula dihasilkan melalui filogeni.
Filogeni yaitu perkembangan pengelompokan taksonomi berdasarkan kajian evolusi.
b.
Metode
kladistik
Metode ini
mencari pola kesamaan hanya berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki secara
bersama-sama dari segi evolusi. Dengan demikian, sifat-sifat yang menjadi
keunikan bagi kelompokb tertentu dan sifat tersebut tidak ditemukan diluar
kelompok tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kekerabatan
diantara kelompok-kelompok tersebut.
c.
Metode
sistematika evolusioner
Menggunakan
pendugaan dan kesamaan, tetapi berlawanan dengan kladistik, yaitu dugaan
perubahan evolusioner dimasukkan dengan pola percabangan untuk menghasilkan
klasifikasi. Dengan demikian pendekatan evolusioner menekankan perbedaan
sehingga terdapat status taksonomi yang lebih tinggi dalam bentuk taksa yang
dipisahkan oleh celah.
-
Taksonomi
klasifikasi
Faktor penyebab terdapat kesulitan untuk
menghasilkan klasifikasi serangga yang sempurna dan dapat diterima secara logis
yaitu sebagai berikut:
1.
Radiasi
serangga sehingga serangga tersebut dapat berkembang menjadi fitopagi dan
parasitisme.
2.
Bukti-bukti
yang didapatkan kerapkali saling bertengtangan antara serangga pradewasa dengan
fitopagi dan parasitisme.
3.
Yang menjadi
faktor utama adalah perbedaan yang terjadi pada berbagai kelompok serangga tersebut
sangat kecil sehingga mengalami kesulitan untuk menentukan faktor pembedanya.
2. Fosil
serangga
Palaentomologi
adalah cabang ilmu palaeontoloogi yang mempelajari tentang serangga yang telah
punah, terutama melalui fosil serangga yang telah punah, terutama melalui fosil
serangga. Sejauh ini, heksapoda paling awal yang diketahui adalah Rhyniella praecursor, anggota Collembola
yang ditemukan di Skotlandia (hidup pada 380 juta tahun yang lalu).
Kira-kira
300 juta tahun yang lalu hidup beberapa kelompok serangga yang jenisnya
sekarang telah punah yang dimasukkan kedalam Palaeodictycoptera (gambar 1),
Meganisoptera, Megasekoptera dan Diaphanopterodea.
Ordo-ordo
yang masih ada sekarang juga ditemukan secara jelas fosilnya yaitu
Ephemeroptera, Blattodea,dan Orhtoptera.
Palaeontologi
banyak melakukan kajian tentang evolusi serangga namun kesimpulan filogenetik
bukanlah menjadi bagian eksklusif ahli palaentologi. Filogeni dapat
direkonstruksi melalui pengujian ciri-ciri dari jenis serangga yang hidup saat
ini, melalui fosil yang dapat ditentukan asal-usulnya atau melalui semua data
yang ada.
3. Radiasi
serangga
Diperkirakan serangga yang memiliki alat
mulut menguyah, menghisap, menimbulkan gejala bengkak atau menggorok jaringan
pada tumbuhan (fitofag), namun hanya sembilan dari 29 ordo yang masih ada
sekarang bersifat sebagai fitofagus primer. Ketidak seimbangan tersebut
menunjukkan bahwa disaat hambatan untuk menjadi fitopagi dapat dipatahkan
(misalnya karena ada pertahanan dari tumbuhan), maka akan terjadi bentuk
asimetri dalam jumlah spesies, yaitu keturunan yang menjadi fitofagus jauh
lebih beruntung dibandingkan dengan garis keturunan kerabat terdekatnya (sister
group) yang memiliki cara makan yang berbeda.
4. Evolusi
sayap
Sebagian besar keberhasilan serangga tidak
terlepas dari sayap yang dimilikinya, seperti yang terdapat pada sayap
pterigota. Karena kita tidak bisa mengamati asal-usul terbang, dan juga karena
fosil. (meskipun cukup berlimpah) tidak cukup dapat membantu dalam
menafsirkannya, sehingga hipotesis tentang asal-usul terbang tidak lain hanya bersifat spekulatif.
Ada tiga teori tentang perkembangan kemampuan
terbang, namun banyak mendapat bantahan, yaitu :
1.
Melalui
pengapungan, yaitu serangga kecil dibantu secara pasif memencar oleh konveksi.
2.
Melalui
paraluncuran, yaitu wiglet berperan dalam luncuran yang stabil atau sebagai
parasut dari pohon dan vegetasi yang tinggi.
3.
Melalui
berlari melompat untuk terbang.
5. Klasifikasi
hexapoda
Ciri-ciri untuk mendiagnosis heksapoda antara
lain yaitu : takmosis yang unik (spesialisasi segmen tubuh yang sedikit
banyaknya dianggap menjadi menyatu sehingga terbentuk bagian atau tagmata, yang
dinamakan dengan kepala, toraks dan abdomen).
1.
Kepala
terdiri dari daerah pregnhatal (seringkali terdiri dari tiga segmen) dan tiga
segmen gnathal yang menghasilkan mandibel, maksila dan labium; mata dengan
berbagai bentuknya, kadang-kadang bisa juga tidak ada, tetapi dalam bentuk
primitif dengan dua sel pigmen primer.
2.
Toraks
terdiri atas tiga segmen, masing-masing mempunyai satu pasang kaki,
masing-masing tungkai toraks memiliki maksimal enam segmen dalam bentuk
serangga yang ada sekarang tetapi dalam bentuk primitif terdiri dari sebelas
segmen serta memiliki lebih dari lima eksit, satu koksal endit dan dua kuku
diujungnya.
3.
Dalam bentuk
primitif abdomen terdiri dari sebelas segmen ditambah telson; tungkai abdomen,
jika ada, lebih kecil dan lebih lemah dari yang terdapat pada toraks, dalam
bentuk primitif terdapat pada semua segmen kecuali pada segmen 10 serta
terdapat endit dan eksit.