Rabu, 30 Oktober 2013

Resume Buku Gullan "The Insect" Part 7



SISTEMATIKA SERANGGA: FILOGENI DAN EVOLUSI


1.   Fiologenetik
Filogenetik adalah ilmu yang menjelaskan tentang sejarah evolusi yang merupakan bagian biologi yang sering diperdebatkan, di bidang entomologi maupun bidang biologi. Meskipun berbagai kelompok taksa, khususnya ordo dapat dijelaskan secara mendetail tetapi hubungan filogenetik diantara taksa serangga masih merupakan sesuatu yang banyak bersifat rekaan., bahkan juga pada tingkat ordo sekalipun. Sebagai contoh, kumbang coleoptera membentuk kelompok dengan ciri-ciri tertentu, secara mudah dapat dikenali melalui sayap depannya yang berubah bentuk menjadi elitra, tetapi kumbang memiliki hubungan kekerabatan yang belum dijelaskan secara baik.
Plecoptera dan ephemeroptera memliki beberapa kesamaan, namun kesamaan tersebut hanya berupa dugaan yang jika digunakan untuk menjelaskan hubungan kekerabatannya. Berdasarkan hasil kajian menjelaskan bahwa plecoptera lebih cenderung memiliki kemiripan dengan kecoak, rayap, mantis, cecopet, belalang, jangkrik dan kerabatnya dibandingkan dengan ephemeroptera. Kemiripan tidak selalu menunjukkan adanya hubungan evolusi, meskipun kemiripan tersebut dapat saja berasal dari pertalian hubungan. Kemiripan mungkin timbul melalui homoplasi, yaitu terjadi secara konvergen (bertemu) atau melalui evolusi paralel dari struktur tertentu baik akibat kesempatan atau akibat seleksi untuk melakukan fungsi yang sama. Hanya kemiripan dari kesamaan latar belakang (homologi) yang dapat memberikan informasi tentang filogeni.
Morfologi menjadi penyumbang data terbesar dalam filogeni serangga. Tetapi berbagai kebimbangan dan penjelasan yang kurang lengkap tentang kekerabatan serangga akan dilimpahkan kepada keterbatasan informasi filogenetik sifat-sifat tersebut. Ketidakpuasan terhadap data morfologi tersebut mendorong meningkatnya penggunaan data molekuler untuk memecahkan beberapa pertanyaan yang belum terjawab, khususnya yang berkaitan dengan kekerabatan yang lebih tinggi diantara serangga.
Pendekatan yang mungkin dapat dilakukan adalah secara holistik (menyeluruh), dengan menggunakan data dari berbagai sumber dan meningkatkan kearifan bahwa semua kesamaan tersebut tidak dapat menjadi informasi yang seimbang dalam menjelaskan pola filogenetik.
-          Metode filogenetik
Ada tiga metode yang dapat digunakan, yaitu metode fenetik, kladistik dan sistematika evolusioner.
a.       Metode fenetik
Metode ini berdasarkan pada dugaan dari semua kesamaan yang ada, biasanya menggunakan tingkah laku dan sifat-sifat lainnya, serta dapat juga ditingkatkan melalui bukti-bukti molekuler. Pola fenetik dapat pula dihasilkan melalui filogeni. Filogeni yaitu perkembangan pengelompokan taksonomi berdasarkan kajian evolusi.
b.      Metode kladistik
Metode ini mencari pola kesamaan hanya berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki secara bersama-sama dari segi evolusi. Dengan demikian, sifat-sifat yang menjadi keunikan bagi kelompokb tertentu dan sifat tersebut tidak ditemukan diluar kelompok tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kekerabatan diantara kelompok-kelompok tersebut.
c.       Metode sistematika evolusioner
Menggunakan pendugaan dan kesamaan, tetapi berlawanan dengan kladistik, yaitu dugaan perubahan evolusioner dimasukkan dengan pola percabangan untuk menghasilkan klasifikasi. Dengan demikian pendekatan evolusioner menekankan perbedaan sehingga terdapat status taksonomi yang lebih tinggi dalam bentuk taksa yang dipisahkan oleh celah.
-          Taksonomi klasifikasi
Faktor penyebab terdapat kesulitan untuk menghasilkan klasifikasi serangga yang sempurna dan dapat diterima secara logis yaitu sebagai berikut:
1.      Radiasi serangga sehingga serangga tersebut dapat berkembang menjadi fitopagi dan parasitisme.
2.      Bukti-bukti yang didapatkan kerapkali saling bertengtangan antara serangga pradewasa dengan fitopagi dan parasitisme.
3.      Yang menjadi faktor utama adalah perbedaan yang terjadi pada berbagai kelompok serangga tersebut sangat kecil sehingga mengalami kesulitan untuk menentukan faktor pembedanya.
2.   Fosil serangga
Palaentomologi adalah cabang ilmu palaeontoloogi yang mempelajari tentang serangga yang telah punah, terutama melalui fosil serangga yang telah punah, terutama melalui fosil serangga. Sejauh ini, heksapoda paling awal yang diketahui adalah Rhyniella praecursor, anggota Collembola yang ditemukan di Skotlandia (hidup pada 380 juta tahun yang lalu).
Kira-kira 300 juta tahun yang lalu hidup beberapa kelompok serangga yang jenisnya sekarang telah punah yang dimasukkan kedalam Palaeodictycoptera (gambar 1), Meganisoptera, Megasekoptera dan Diaphanopterodea.
Ordo-ordo yang masih ada sekarang juga ditemukan secara jelas fosilnya yaitu Ephemeroptera, Blattodea,dan Orhtoptera.
Palaeontologi banyak melakukan kajian tentang evolusi serangga namun kesimpulan filogenetik bukanlah menjadi bagian eksklusif ahli palaentologi. Filogeni dapat direkonstruksi melalui pengujian ciri-ciri dari jenis serangga yang hidup saat ini, melalui fosil yang dapat ditentukan asal-usulnya atau melalui semua data yang ada.

3.   Radiasi serangga
Diperkirakan serangga yang memiliki alat mulut menguyah, menghisap, menimbulkan gejala bengkak atau menggorok jaringan pada tumbuhan (fitofag), namun hanya sembilan dari 29 ordo yang masih ada sekarang bersifat sebagai fitofagus primer. Ketidak seimbangan tersebut menunjukkan bahwa disaat hambatan untuk menjadi fitopagi dapat dipatahkan (misalnya karena ada pertahanan dari tumbuhan), maka akan terjadi bentuk asimetri dalam jumlah spesies, yaitu keturunan yang menjadi fitofagus jauh lebih beruntung dibandingkan dengan garis keturunan kerabat terdekatnya (sister group) yang memiliki cara makan yang berbeda.

4.   Evolusi sayap
Sebagian besar keberhasilan serangga tidak terlepas dari sayap yang dimilikinya, seperti yang terdapat pada sayap pterigota. Karena kita tidak bisa mengamati asal-usul terbang, dan juga karena fosil. (meskipun cukup berlimpah) tidak cukup dapat membantu dalam menafsirkannya, sehingga hipotesis tentang asal-usul  terbang tidak lain hanya bersifat spekulatif.
Ada tiga teori tentang perkembangan kemampuan terbang, namun banyak mendapat bantahan, yaitu :
1.      Melalui pengapungan, yaitu serangga kecil dibantu secara pasif memencar oleh konveksi.
2.      Melalui paraluncuran, yaitu wiglet berperan dalam luncuran yang stabil atau sebagai parasut dari pohon dan vegetasi yang tinggi.
3.      Melalui berlari melompat untuk terbang.


5.   Klasifikasi hexapoda
Ciri-ciri untuk mendiagnosis heksapoda antara lain yaitu : takmosis yang unik (spesialisasi segmen tubuh yang sedikit banyaknya dianggap menjadi menyatu sehingga terbentuk bagian atau tagmata, yang dinamakan dengan kepala, toraks dan abdomen).
1.      Kepala terdiri dari daerah pregnhatal (seringkali terdiri dari tiga segmen) dan tiga segmen gnathal yang menghasilkan mandibel, maksila dan labium; mata dengan berbagai bentuknya, kadang-kadang bisa juga tidak ada, tetapi dalam bentuk primitif dengan dua sel pigmen primer.
2.      Toraks terdiri atas tiga segmen, masing-masing mempunyai satu pasang kaki, masing-masing tungkai toraks memiliki maksimal enam segmen dalam bentuk serangga yang ada sekarang tetapi dalam bentuk primitif terdiri dari sebelas segmen serta memiliki lebih dari lima eksit, satu koksal endit dan dua kuku diujungnya.
3.      Dalam bentuk primitif abdomen terdiri dari sebelas segmen ditambah telson; tungkai abdomen, jika ada, lebih kecil dan lebih lemah dari yang terdapat pada toraks, dalam bentuk primitif terdapat pada semua segmen kecuali pada segmen 10 serta terdapat endit dan eksit.



 

0 komentar:

Posting Komentar

 
;