INTERAKSI PARASITOID HYMENOPTERA DENGAN INANGNYA
OLEH :
KELOMPOK 2
EVIE ADRIANI G411 08 004
SAHIRUDDIN G411 08 278
JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
PENDAHULUAN
Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya dengan bergantung pada organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh (dan sering mengambil makanan) dalam proses itu. Kemudian parasitoid mirip dengan parasit khusus kecuali dalam nasib inang tertentu. Dalam hubungan parasit khusus, parasit dan inang hidup berdampingan tanpa kerusakan mematikan pada inang. Jenis hubungan ini nampaknya hanya terjadi pada organisme yang memiliki tingkat reproduksi yang cepat, seperti serangga, Parasitoid juga sering berkembang bersama dengan inangnya. Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai makanannya.
Ordo hymenoptera memiliki peran yang sangat penting dalam konteks pengendalian hayati. Sebagian besar parasitoid adalah anggota dari ordo hymenoptera meskipun parasitoid juga banyak dari ordo diptera, dan sebagian kecil juga ditemukan pada ordo Stresiptera. Ordo hymenoptera memilki keanekaragaman yang sangat tinggi, dengan 20.000 – 25.000 spesies, sekitar 80% spesies parasitoid termasuk dalam ordo hymenoptera yang umumnya berlimpah pada ekosistem daratan (Lasalle & Gauld, 1993)
Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, di mana proses itu perbedaannya tergantung pada jarak inang (long and short range). Proses perilaku pencarian inang pada parasitoid dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu penemuan habitat inang (host habitat finding), di mana merupakan proses pencarian inang dalam habitat inang (van Alphen dan Jervis 1996).
Sekitar 10% spesies serangga yang tadi dijelaskan adalah parasitoid, Ada 4 ordo serangga yang khususnya diketahui untuk jenis riwayat hidup ini. Sejauh ini kebanyakan ada dari ordo Hymenoptera. Kelompok terbesar dan paling banyak diketahui menyusun yang disebut "Parasitica" di subordo Apocrita dari Hymenoptera: subkelompok terbesar adalah tawon kalsikoid (superfamilia Chalcidoidea) dan tawon ikneumon (superfamilia Ichneumonoidea), diikuti oleh Proctotrupoidea dan Platygastroidea. Di luar Parasitica banyak garis keturunan Hymenoptera yang termasuk parasitoid, seperti sebagian besar Chrysidoidea dan Vespoidea, dan familia Orussidae dari Symphyta yang jarang.
Hymenoptera adalah salah satu ordo biologi serangga, yang antara lain terdiri atas tawon, lebah, dan semut. Nama ini merujuk ke sayap bermembran dari serangga, dan diturunkan dari bahasa Yunani Kuno ὑμήν (humẽn) : membran dan πτερόν (pteron): sayap. Sayap belakang terhubung ke sayap depan oleh sejumlah kait disebut hamuli. Betinanya memiliki ovipositor khusus untuk memasukkan telur ke dalam inang maupun tempat lain yang tak dapat dijangkau. Ovipositor sering termodifikasi atas alat penyengat.
Imago Betina yang banyak dapat dibedakan dengan ovipositor mereka. Parasitoid dari ordo hymenoptera, ada yang bertindak sebagai parasitoid serangga inang (telur, larva tahap tertentu, pra-pupa) bertanggung jawab untuk parasitisasi dan kadang kadang hanya rentan selama periode yang sangat singkat. Betina banyak parasit mendeteksi inang sudah pernah diparasiti. Betina juga dapat bervariasi jumlah telur yang diletakkan sesuai dengan ukuran dari inang. sekali didirikan di dalam atau pada inang, pengembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Perkembangan dapat terjadi sepenuhnya di dalam inang (endoparasitism) atau pada bagian luar inang (ectoparasitism) (Kalshoven, 1981).
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Upakelas: | |
Infrakelas: | |
Superordo: | |
Ordo: | |
PEMBAHASAN
1. Kategori Parasitoid Hymenoptera
Kategori parasitoid umumnya lebih didasarkan pada dimana telur diletakkan. Maksudnya, apabila ada parasitoid yang memasukkan telurnya kedalam tubuh inang, maka disebut endoparasitoid, contohnya Parasitoid Trichogramma spp yang memasukkan telurnya ke dalam inangnya yaitu telur dari serangga penggerek jagung Ostrinia nubilalis dan juga pada Cotesia glomerata parasitoid larva ngengat.
Gambar 1. Cotesia glomerata parasitoid larva ngengat
Parasitoid yang mematikan inangnya terlebih dahulu dengan menusukkan ovipositornya, sehingga inangnya paralysis, kemudian meletakkan telur dipermukaan tubuh inangnya atau di dekat inangnya, dimana inangnya bisa berupa penggorok daun, penggulung daun dan gall maka sering disebut ektoparasitoid. Contoh parasitoid ini adalah Phytoditus yang menyerang larva Lepidoptera, Chepalonia stephanoderes yang tergolong parasitoid larva pada hama bubuk buah kopi Hyphotenemus hampei. Chepalonia stephanoderes merupakan ectoparasit pada larva instant terakhir
Gambar 2. Siklus Biologi Chepalonia stephanoderes
Gambar 3. Pupa Hyphotenemus hampei dan telur Chepalonia stephanoderes
2. Jenis Parasitoid
Beberapa parasitoid dari ordo hymenoptera berbeda cara meletakkan telurnya, dan beberapa parasitoid dari ordo hymenoptera dapat menyerang inang pada stadia yang berbeda pula. Diadegma semiclausum contohnya yang menyerang telur dari hama Plutella xylostella disebut parasitoid telur. Diadegma semiclausum menyantap cairan tubuh inang Dampaknya inang kehilangan cairan, lemah, dan akhirnya meregang nyawa, sedangkan Eriborus argenteopilosus, meletakkan telurnya pada stadia larva dari Crocidolomia binotalis sehingga dikatakan parasitoid larva. Begitu pula yang tergolong parasitoid pupa, nimfa dan imago (mungkin). Parasitoid hymenoptera juga dapat meletakkan telurnya pada suatu stadia dan muncul pada stadia berikutnya. Sebagai contoh, parasitoid encyrtidae, Holcothorax testaceipes adalah parasitoid telur-larva pada ngengat penggorok daun. Adapula parasitoid larva-pupa.
Pada beberapa jenis parasitoid, hanya satu parasitoid yang berkembang pada satu inang, sedangkan pada yang lain beberapa parasitoid ada dalam satu spesies yang berkembang pada satu inang. Yang pertama dikenal sebagai parasitoid soliter, sedangkan yang lain dikenal sebagai parasitoid gregarious. Pada beberapa parasitoid, imago betina meletakkan satu telur per inang, di mana telur itu kemudian mengalami pembagian sel hingga menjadi banyak sel. Setiap sel berkembang secara independen menjadi individu. Hal ini dikenal sebagai polyembrioni. Jika ada spesies parasitoid dari ordo heminoptera meletakkan lebih dari satu telur pada satu inang, maka disebut multi parasitisme.
3. Proses Seleksi Inang (Habitat Finding)
A. Penemuan Habitat Inang
Pada tahap penemuan inang, parasitoid dari ordo hymenoptera sebelum menemukan habitat inangnya, didukung oleh faktor lingkungan (iklim mikro dan habitat), faktor olfaktori (berkaitan dengan indera penciuman) contohnya pada parasitoid ordo hymenoptera menemukan habitat tanaman inangnya melalui stimulus yang mendukung proses penemuan inang. Beberapa faktor yang dapat menarik serangga untuk menemukan tanaman inangnya antara lain, melalui warna, ukuran, dan bentuk.
B. Penemuan Inang
Faktor yang mempengaruhi parasitoid hymenoptera menemukan inangnya yaitu faktor lingkungan (iklim mikro dan habitat), Salah satu cara serangga mengenali inangnya, dengan cara mengenali kemochemical melalui antena, tarsis, dan alat mulut. Faktor lainnya yaitu saat inang dalam hal ini pupa yang telah mulai terbuka akan mengeluarkan suatu senyawa yang bisa mengundang parasitoid untuk meletakkan telurnya. Tetrastichus brontispae dapat mengetahui keberadaan inang (pupa) Brontispa longissima.
Gambar 4. T. brontispae sedang memarasit pupa B. longissima
Substansi kimia memegang peranan dalam pola perilaku parasitoid. Stimuli fisik seprti suara, gerakan, vibrasi, ukuran, bentuk, dan tekstur dianggap sebagai faktor sekunder. Parasitoid seringkali mencari letak inang atau habitat dengan perantaraan aroma tanaman inang (sinomon) bagi hama yang bersangkutan. Pada suatu inang/habitat, kebanyakan parasitoid menemukan inangnya karena adanya aroma atau senyawa kimia yang diberikan oleh inang (kairomon).
Telur
Telur inang dapat menjadi sumber kairomon bagi parasitoid telur. Misalnya, Tetrastichus hagenowii melakukan gerakan mengitari dan menekan telur inang sebagai respon terhadap kalsium oksalat yang dikeluarkan oleh kelenjar asesori inang. Parasaitoid telur-larva, Chelonus texanus, terstimulir oleh kairomon larut dalam air dari telur inang. Sisik sayap inang merupakan sumber kairomon bagi beberapa parasitoid telur. Dari beberapa hidrokarbon yang telah diisolasi dari ekstrak sisik sayap Helicoverpa evanescens, trikosan adalah yang paling aktif. Parasitoid Chelonus spp. terhambat aktivitas gerakannya karena merespon sisik sayap inang dengan menggunakan antena dan melakukan eksplorasi dengan ovipositornya.
Larva
Parasitoid menggunakan berbagai petunjuk dalam merespon larva inang, misal kutikula, kotoran, kelenjar mandibula, kelenjar benang sutera, eksuviae, hemolimfa dan lainnya. Kotoran segar dan menarik bagi parasitoid dapat menunjukkan adanya inang di sekitarnya. Kairomon untuk parasitoid Venturia canescens diidentifikasi sebagai ketone dari kotoran inang Plodia interpunctella.
Kairomon untuk braconid Orgilus Lepidus diketahui pada kotoran inang. Aphidius nigripes tertarik pada embun madu (honey dew) aphid sebagai inangnya, dan embun madu diamati memacu perilaku mencari pada spesies ini. Sekresi kelenjar mandibula Anagasta kuehniella menstimulir gerakan oviposisi parasitoid ichneumonid V. canescens. Kairomonnya diketahui sebagai senyawa dari beberapa keton. Kairomon untuk Apanteles kariyai yang diidentifikasi dari eksuviae Pseudaletia separata, ditemukan sebagai 2,5-dialkil tetrahidrofurans.
Pupa
Sinyal kimiawi dari pupa inang ke parasitoid pupa kurang umum dibandingkan dengan sinyal dari larva inang ke parasitoid larva. Parasitoid ichneumonid seperti Pimpla instigator, menemukan pupa inang dengan perantaraan baunya atau kontak dengan senyawa kimianya. Kairomon untuk parasitoid pupa Brachymeria intermedia diisolasi dari pupa ngengat gypsy dan diketahui sebagai beberapa hidrokarbon. Kairomon yang memacu peletakan telur pada hemolimfa pupa dari ngengat lilin diketahui sebagai asam amino dan magnesium klorida yang merangsang oviposisi.
Imago
Serangga dewasa mengeluarkan senyawa volatil untuk berkomunikasi dengan individu dari spesies sama (feromon). Beberapa parasitoid inang dewasa menggunakan feromon inangnya. Beberapa aphelinid seperti Aphytis melinus, A. cohei, dan Prospaltella perniciosi, tertarik pada feromon seksual serangga sisik (scale insect) inang. Telenomus remus secara aktif mencari inang dengan adanya feromon seks inang.
C. Penerimaan Inang
Yang berperan di sini yaitu prilaku parasitoid yaitu menggunakan indera sebagai factor olfaktori contohnya pada Trichogramma spp yang menperlihatkan prilaku bahwa antena-nya goyang saat inang dari Trichogramma spp berada di dekatnya atau sekitarnya. Sehingga secara tidak langsung faktor prilaku inang juga ikut serta dalam proses penemuan inang. Begitu juga dengan tarsus dan ovipositor yang berfungsi sebagai rangsangan kimiawi terhadap inang.
Gambar 4. Antena Trichogramma spp. mendeteksi inangnya
4. Reaksi Inang terhadap Parasitoid
Untuk mempertahankan diri, inang mungkin menangkal parasitoid secara eksternal sebelum terjadi oviposisi, atau secara internal setelah oviposisi terjadi. Reaksi pertahanan eksternal dapat dilakukan dengan menggerak-gerakkan tubuh, atau inang pindah ke bagian lain yang lebih aman. Reaksi pertahanan internal terdiri atas reaksi seluler (enkapsulasi dan melanisasi) dan reaksi humoral. Secara umum, inang yang berbeda menggunakan mekanisme pertahanan yang berbeda untuk menghadapi parasitoid yang sama, tetapi parasitoid yang berbeda akan menyebabkan reaksi pertahanan yang sama dari inang yang sama.
Ada dua jenis bentuk perlawanan inang pada parasitoid ordo hymenoptera. Perlawanan fisik dan hemositik.
Fisik
Jika telah terjadi kontak antara inang dan parasitoid maka dikatakan reaksi fisik. Reaksi fisik yang aktif yaitu pada inang stadia larva, nimfa dan imago. Contohnya Larva lalat penggorok daun yang menggerakkan tubuhnya apabila parasitoid Hemiptarsenus mulai menyerangnya.
Gambar 5. Hemiptarsenus dan inangnya
Sedangkan yang tidak aktif itu pada stadia telur, jadi sebagai pelindung telur yaitu imago betinanya.
Gambar 5. Telur yang dilindungi dari serangan parasitoid
Artinya reaksi fisik berupa Reaksi pertahanan eksternal dari inang yang dapat dilakukan dengan menggerak-gerakkan tubuh ketika inang mulai di serang oleh parasitoid.
Hemositik
Jika inang merasakan ada partikel asing yang masuk ke dalam tubuhnya maka dia akan melakukan perlawanan secara internal dari dalam tubuhnya. Contohnya yaitu larva Crocidolomia binotalis melakukan perlawanan secara encapsulation penyelubungan terhadap telur yang telah ditusukkan oleh parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae).
PENUTUP
Kesimpulan dari Makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat dua kategori parasitoid hymenoptera, yaitu entoparasitoid dan endoparasitoid.
2. Ada beberapa jenis parasitoid hymenoptera, yaitu parasiyoid telur, larva telur, larva, larva pupa, imago.
3. Proses Seleksi Inang (Habitat Finding) ada tiga yaitu Penemuan Habitat Inang, Penemuan Inang, penerimaan inang dan reaksi inang terhadap parasitoid hymenoptera.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Parasitoid. http://id.wikipedia.org/wiki/Parasitoid. Di akses pada tanggal 6 April 2011.
Anonim, 2011. Controles Biologicos Efectivos Para La Broca Del Café. http://emmanuel-brocadelcafe.blogspot.com/2009/03/controles-biologicos-efectivospara-la.html. Di akses pada tanggal 10 April 2011.
Anonim, 2011. Bio café. http://www.biocafeavispitas.com/2010/02/presenta cion _18.html. Di akses pada tanggal 10 April 2011.
Anonim, 2011. Pengendalian hayati. http://blog.ub.ac.id/rizkip/2010/05/22/ pengendalian-hayati/. Di akses pada tanggal 10 April 2011.
Anonim, 2011. Bertumpu Pada Serdadu Mini (Parasitoid). http://pemulung-gaul.blogspot.com/2008/09/bertumpu-pada-serdadu-mini.html. Di akses pada tanggal 10 April 2011.
Anonim, 2011. Integrated Pest Management. http://www.jnkvv.nic.in/ipm%20 project/natural_enemy1.htm. Di akses pada tanggal 10 April 2011.
Anonim, 2011. Senyawa Kimia Yang Mengendalikan Perilaku Parasitoid Dan Predator. http://himasita.s5.com/ebook.htm. Di akses pada tanggal 11 April 2011.
Anonim, 2011. Menggunakan Serangga Predator dan Parasitoid Sebagai Pengendali Hama. http://ilhamagt08.blogspot.com/2011/03/ menggunakan-serangga-pemangsa-dan.html. Di akses pada tanggal 11 April 2011.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.
Oka, Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Purnomo, Hari. 2009. Pengantar Pengendalian Hayati. Penerbit Andi, Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar